Love In Winter



      Namanya Aura Nur Azizah, dia sedang menyelesaikan S1 di salah satu Universitas di Tokyo. Dia mendapat beasiswa bersama Chiko Asumamori, teman barunya, dia dari Kyoto, mereka tinggal di salah satu flat yang tidah jauh dari pusat kota. Di flat itu mereka tinggal bersama Mario Gregorius, dia adalah senior mereka di universitas, dia dari AS. Saat beasiswa mereka selesai, mereka memutuskan untuk tetap tinggal dan bekerja di sini.
      “Ra, ayo makan.” panggil Chiko dari dapur.
      “iya aku datang.” Sahut Aura.
      “sedang apa kau di kamar?” tanya Mario.
      “membereskan berkas-berkas ku. Aku akan melamar pekerjaan di butik yang sering kita lewati.” Jelas Aura sambil berjalan menuju meja makan.
      “oh, aku kira kau akan melamar pekerjaan di restaurant tempatku bekerja.” balas Chiko sambil tetap fokus pada masakannya. Aura hanya tersenyum sambil menarik kursi untuk duduk.
      “ingin jadi apa kau disana?” tanya Mario membuyarkan lamunan Aura.
      “designer.” jawab Aura singkat
      “kau akan menjadi orang sibuk?” tanya Chiko tidak yakin, sambil meletakkan hidangan penutup di meja dan segera duduk.
      “mm, hm,” jawab Aura singkat, dia memikirkan seseorang yang ditinggalnya, dia sebenarnya ingin kembali, tapi ada satu alasan kuat yang membuat dia tidak bisa kembali. Sahabatnya sendirilah alasannya untuk tetap tinggal, dia sangat menyayangi sahabatnya, dia rela melakukan apapun demi kebahagiaan sahabatnya itu, tapi suatu hari sahabatnya mengirim pesan singkat yang berisi. ‘Maafkan aku tapi dia yang memaksaku, kuharap kau tidak salah paham’. Saat membaca itu dadanya sesak, dan ketika itu juga dia memutuskan untuk tidak kembali. Ibunya juga menyuruhnya untuk tetap tinggal, karena ibunya tahu semua tentang putrinya. Sejak saat itulah dia enggan menghubungi sahabatnya yang telah menghancurkan perasaannya. ‘Orang yang aku percaya, tempat aku menyimpan rahasia, sekarang mengambil semua kesempatanku. Aku rela melepasnya untukmu tapi jika begini caranya, aku tidak suka.’  tegas Aura dalam hati.
      “setelah ini aku akan pergi ke apartemen pamanku, kalian mau ikut?” kata Mario setelah selesai makan.
      “aku tidak bisa, maaf.” jawab Chiko singkat, dia adalah Master Chef di salah satu restaurant ternama di Tokyo, jadi sedikit waktunya untuk bisa berjalan-jalan.
      “Ra, kau akan ikut?” Mario mengalihkan pendangannya ke Aura.
      “sepertinya tidak, karena hari ini aku akan melamar pekerjaan.” jawab Aura cepat.
      “baiklah, jaga diri kalian, sepertinya aku akan pulang malam.” Mario beranjak pergi, disusul Chiko. Aura segera mengambil berkas yang tadi dibereskannya, dan segera pergi.

*~*~*~*~*
Aura-7.00pm
      Hari yang melelahkan bagi Aura berakhir. Setelah makan ia langsung berbaring di kasur, dan ponselnya berdering. Ia terkejut ketika melihat angka yang tertulis di layar. Angka-angka itu adalah nomer ponsel salah satu orang yang ditinggalnya. “Untuk apa dia menelponku?” tanya Aura lebih pada diri sendiri, lalu membuka flap ponselnya dan menempelkanya ditelinga.
      “halo.” suara di ujung sana terdengar tidak asing.
      “mm, halo.”
      “rasanya lama sekali sejak terakhir kali aku denger suaramu.”
      “begitukah?”
      “kamu pasti udah denger kabar itu kan?”
      “ya, …”
      “apa kamu masih mau nganggep dia sahabat?”
      “gak setelah aku tau sifatnya,”
      “hey, kamu nangis?”
      “gak, aku cuma sedikit flu.”
      “sudah ke dokter?”
      “belum, karena aku baru flu tadi sore. Bagaimana kabarmu?”
      “gak cukup baik saat denger kamu flu, isritahatlah sebelum kamu sakit lebih parah. Aku akan menyusulmu besok.”
      “gak usah yusulin aku, aku akan baik baik saja kok, percayalah!”
      “haha, aku selalu percaya padamu, sampai jumpa.”

*~*~*~*~*
Mario-11.30am 
      “kapan kau akan kembali?” tanya suara di ujung sana.
      “entahlah? Aku fikir kami akan tetap tinggal disini.” jawab Mario tak luput dari lamunanya.
      “baiklah aku akan menyusul kalian bersama sahabatku, kebetulan aku ditugaskan di sana” balas suara di ujung sana terdengar lebih santai.
      “tapi flat kami …” sebelum sempat melanjutkan.
      “tenang aku sudah memesan kamar apartemen, dan aku tau dimana kalian tinggal.” sahutnya cepat.
      “baiklah, kapan kau akan berangkat?”
      “besok pagi.”
      “perlu kujemput di bandara?”
      “sebaiknya tidak usah, karena Aura tidak boleh tahu soal kedatanganku.”
      “kenapa?” tanya Mario kaget.
      “yah entah kenapa dia selalu melarang aku untuk pergi ke Tokyo walau hanya untuk melihat keadaannya. Katanya dia khawatir akan terjadi hal hal yang tidak di inginkan.” balasnya dengan nada melamun.
      “oh, baiklah. Kalau kau sudah tiba kabari aku ya.” sahut Mario dengan nada ringan, lalu menutup ponsel. “aku harus kembali ke ruangan sebelum aku harus dipecat!” gerutu Mario lebih pada diri sendiri. Mario berlari menuju ruangannya, untung saja dia tidak menghabiskan waktu istirahatnya untuk menelfon Dafa, jadi dia masih punya waktu untuk makan.

*~*~*~*~*
Chiko-12.15pm 
      “hari yang melelahkan, semoga semua orang dapat menikmati makan siang mereka,” ujar Chiko dengan nada rendah sambil melamun. “haruskah aku menelfonnya untuk memastikan dia sudah makan atau belum,” fikir Chiko dalam hati. “sebaiknya aku tidak mengganggu gadis itu, dia pasti sangat kerepotan, apalagi dengan suasana hati gadis itu yang sedang kacau, dia pasti akan ngomel padaku dengan bahasa asing.” ujarnya menyebutkan keputusannya dalam hati. “kembali pada waktu-waktu membosankan di dapur.” ujarnya lebih pada dirinya sendiri.
      Saat tiba di dapur ia sangant kaget, karena ia harus bekerja ekstra. Sebagai manager, ia pasti akan sangat sibuk, terutama saat sang assistant sedang cuti. “ya tuhan!” ujarnya dengan nada kaget. “apa yang kalian lakukan? Cepat kembali ke tempat kalian masing-masing, biar aku yang selesaikan ini!” ujarnya berusaha membubarkan kerumunan koki dan menenangkan suasana hatinya yang mendadak kacau.
      “Chiko dari mana saja kau? Kami mencarimu ke seluruh penjuru restaurant!” kata salah satu bawahannya, Tika. Chiko tetap memasang wajah sabar, dan memaksakan seluas senyum tersungging dibibirnya yang mungil, dan membuatnya supaya tidak tampak aneh.
      “maafkan aku, aku baru saja selesai makan siang” balasnya dengan nada ringan.
      “kau tahu kan assistantmu sedang cuti?” balas Tika ketus.
      “ya aku tahu! Dan kau …” ujarnya dengan nada dingin, sambil terus membereskan makanan yang rusak karena terjatuh. “hey, sudah kau buat makanan serupa untuk sang pelanggan?” tanyanya dengan suara agak dikeraskan, dan terdengar santai.
      “sudah, baru saja ku antar, dan aku sudah meminta maaf karena membuatnya menunggu lama.” balas Tina yang tadi menjatuhkan makanan yang sekarang dibereskan Chiko. Dia sedang berusaha menahan rasa takutnya, semua orang tau Chiko adalah orang yang baik, ramah, dan santai, tapi kali ini Tina merasa dia akan dipecat.
      “oh, baiklah kalau begitu, tenang lah Tin, aku tidak akan memecatmu. Anggap saja kejadian ini tidak pernah terjadi.” balas Chiko seakan bisa merasakan ketakutan Tina tanpa melihatnya. Senyumpun tersungging di bibir manis Tina. “dan kau Tika, jika kau tidak cepat-cepat kembali ke tempat mu, aku tidak akan jadi menraktirmu nanti malam.” sahut Chiko pada Tika yang berdiri terpaku melihatnya.
      “baiklah aku kembali ke tempatku,” sahut Tika sambil berjalan kearah kasir, di sana sudah ada beberapa costumers, dan menu yang tergeletak di atas meja. Ia pun segera membereskan kertas-kertas itu lalu dimasukkan ke dalam lubang yang menuju ke dapur. Ia lalu berkata “maaf membuat anda menunggu, mau pesan apa?” ujarnya pada sang costumer.

*~*~*~*~*
 Dafa-11.00pm
      Jam sudah menunjukan pukul 23.00, “kemana gadis itu?” desah Dafa dalam hati, dia sudah mencoba menghubunginya dari tadi, tapi tidak tersambung. Lalu ia memutuskan untuk menghubungi Mario.
      “halo,” terdengar suara tenang di ujung sana.
      “halo, kau sekarang ada di mana?” tanya Dafa dengan nada lega karena Mario menjawab telponnya.
      “di flat pamanku, memangnya kenapa?”
      “Aura sudah pulang?”
      “aku tidak tahu, aku belum pulang.”
      “oh, baiklah terimakasih.” Dafa menutup ponselnya dengen gerakan perlahan. Ia tidak bisa berbuat apapun lagi sekarang, akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat, menyimpan tenaga untuk besok. Ia tidak bisa tidur, ia selalu memikirkan gadis muda yang cantik itu, hatinya was-was, ia selalu tidak bisa tidur sebelum mendengar suara gadis itu. Tiba-tiba ponselnya berdering, dan ia melihat tulisan yang tampak dilayar ponselnya ‘ANA’ ia pun bergegas mengangkatnya.
      “kamu tadi menelponku? Ada apa?” suara itu terdengar khawatir bahkan sebelum Dafa sempat menempelkan ponselnya.
      “gak, cuma pengen denger suara kamu aja,” nada suara Dafa terdengar lega.
      “oh, kamu udah denger suara aku, jadi udah kan?” nada suara Aura terdengar kecewa.
      “ya gak gitu banget dong,” balas Dafa yang merasa bersalah.
      “terus?” balas Aura dengan nada dingin.
      “ih, gitu ya kamu sama aku?” suara Dafa terdengar manja.
      “ih Dafa manja ya?” suara Aura terdengar senang.
      “haha, kau sudah pulang?” tanya Dafa mengalihkan pembicaraan.
      “mm, hm,”
      “kau ada di mana sekarang?”
      “kamar flat,”
      “oh maaf jika aku mengganggu waktu istirahat mu,”
      “tentu tidak,”
      “istirahatlah, besok aku akan menelponmu lagi,”
      “baiklah, selamat malam,”
      “malam,”  Dafa pun, menutup ponselnya, dengan bahagia, karena, ia mendengar suara Aura, yang sangat merdu, dan esok ia akan pergi ke Tokyo, dan bekerja disana.

*~*~*~*~*

      Aura terbangun dan langsung menuju kearah dapur, ia mencium aroma harum dari arah dapur. Dan ternyata sang Master Chef sedang memasak makanan favoritenya.
      “kau sudah bangun sayang?” kata Chiko ketika mendengar pintu kamar Aura terbuka.
      “aroma ini mengingat aku padanya! Kau tau?” suara Aura tedengar senang.
      “tentu, aku memang sengaja membuat ini special untukmu,” balasnya dengan nada riang.
      “uh, aroma ini” sahut Mario dari kamar, dan suaranya terdengar serak.
      “ada masalah?” raut wajah Aura spontan berubah.
      “tidak, aku hanya lapar karena mencium aroma ini” Mario sedikit terkekeh.
      “hey, ada apa dengan suaramu?” sahut Chiko khawatir.
      “kau tidak tahu? Semalam aku tidak bias tidur” jawab Mario sembari menarik kursi, dan segera duduk.
      “lalu? Kau sudah tidur?” sahut Aura dengan nada yang dibuat sebiasa mungkin, ia tak ingin diomeli Chiko. Karena, chiko tidak suka bila Aura cuek pada sang senior yang tampan itu. Ya, semua orang memang berkata bahwa sang reporter terkenal itu sangatlah tampan, sayangnya ia belum bisa menarik hati gadis cantik satu flatnya Aura. Tanpa disadari Chiko ternyata juga menyukai reporter itu.
      “tentu saja sudah” nada suara Mario yang serak spontan berubah. Ia senang karena Aura menanyakannya.
      “cepat ke dokter, sebelum makin parah,” kata Chiko sambil meletakkan makanan kesukaan Aura, wajah dan nada suaranya terdengar biasa. Chiko memang pandai menyimpan perasaan, dan menjaga sikap dihadapan orang yang ia kagumi, agar tidak terlihat aneh.
      “setelah makan aku akan ke dokter, kau mau ikut?” tawar Mario pada Chiko, “kali ini ku mohon untuk tidak menolak!” paksanya.
      “baiklah jika kau memaksa.” sahut Chiko pasrah.
      “tolong jangan paksa aku, aku harus wawancara hari ini” kata Aura sambil memotong sandwich isi kesukaannya itu.
      “kenapa? Kau tidak mau menemaaniku mencari peralatan untuk memasak?” kata Chiko kecewa.
      “aku kan sudah bilang sayang, aku harus test wawancara hari ini, jika aku tidak sibuk, aku akan menemanimu, percaya lah.” kata Aura menjelaskan alasannya.

*~*~*~*~*

      “kenapa kau mengajak ku ke tempat ini?” ujar Chiko saat tiba di suatu taman yang indah, seletah Mario memeriksakan keadaannya.
      “aku pikir kau akan senang.” suara Mario terdengar kecewa.
      “apa aku punya alasan untuk senang?” tanya Chiko menyembunyikan perasaannya.
      “awalnya aku pikir kau menyukai ku, ternyata. Baiklah aku minta maaf.” Suara Mario terdengar aneh.
      “apa maksudmu?” tanya Chiko heran.
      “ya, aku menyukaimu,” nada suaranya tidak berubah, hening beberapa saat.
      “boleh aku katakana sesuatu?” tanya Chiko membuka kembali pembicaraan.
      “mm-hm, katakan.” jawab Mario dengan nada dingin.
      “aku memang tidak menyukaimu, tapi, satu hal yang perlu kau tahu, bahwa sebenarnya, aku mencintaimu.” ujar Chiko dengan nada suara rendah, nyaris tak terdengar.
      “apa?” Mario nyaris tak percaya pada telinganya sendiri.
      “uh, mm tidak,” Chiko tidak sadar bahwa iya sudah mengatakan hal yang ia pikirkan saat itu.
      “hmm” Mario bergumam, “aku dengar ini tempat kesukaanmu ya?” Mario mengalih kan pembicaraan.
      “iya, di tepat inilah, aku pertama kali merasakan indahnya cinta” jawab Chiko dengan nada melamun, sembari bangkit dari tempat duduknya dan mendekati kolam ikan yang berada tak jauh dari situ.
      “aku harap kau akan senang” nada suara Mario semakin serak, karena semua yang telah ia perkirakan dari awal, sudah melenceng jauh, sangat jauh.
      “tentu aku sangat senang, dan ngomong ngomong, ada apa dengan nada suaramu?” Chiko terlihat sangat khawatir, lalu segera duduk disamping Mario.
      “tidak, aku tidak apa apa, tidak perlu khawatir.” Maroi menenangkan
      “kau yakin? Sepertinya kau akan sakit parah jika tidak segera pulang.” Chiko menuntun Mario ke dalam mobil, “dan, izinkan aku mengemudikan mobilmu”
      “baiklah,” Mario menyerahkan kunci mobilnya.

*~*~*~*~*

      “hey, tolong angkat telfonku!” bentak Aura pada ponselnya. Dia memang sudah berusaha menghubungi orang itu sejak tadi pagi sesudah sarapan, tapi sampai siang ini belum juga diangkat, “kemana saja kau, sampai tidak sempat menganggat punselku? Dasar!” Aura pun menyimpan ponselnya kedalam tas, dan kembali bekerja. Pekerjaannya sebagai designer baju yang baru saja meluncurkan 2 mobel rancangan sederhana ini, sudah cukup sibuk, karena banyak model yang menyukai karyanya. Dia sudah menjadi orang sibuk sejak hari pertamanya kemarin, dan ia memutuskan untuk bekerja dirumah, agar lebih santai. Tapi hari ini ia merasa tidak temang, karena tidak bisa menghubungi orang yang selalu mengganggunya, yang kini menjadi bagian hidupnya.
      Sudah hampir dua jam ia duduk termenung di meja kerjanya sambil tetap menatap jalanan kota Tokyo yang hampir setiap hari ramai oleh kendaraan. Ia baru bisa membuat dua gambar simple tapi menarik, padahal ia karus membuat 5 model baju. Tiba-tiba ponselnya bordering, dan Aura tersentak kaget, lalu segera mengangkat ponselnya, dan menempelkannya di telinga,
      “halo..” suara dari ujung sana terdengar kawatir, dan ketakutan.
      “hey, kau kenapa?” Aura tersentak kaget mendengar suara Dafa yang agak aneh.
      “uh, um tidak, kau tadi menelfonku ya?”
      “ya, dari mana saja kau? Sampai tidak sempat mengangkat telfonku?”
      “aku barusan mengaktifkan kembali ponselku,”
      “memang kau dari mana?”
      “aku baru tiba di Tokyo.”
      “apa?” Aura kaget, karena ia sudah berusaha melarangnya untuk pergi “kau memang keras kepala!” bentak Aura lalu menutup flap ponselnya dengan kasar. Dan melepas batre ponselnya. Ia sangat bingung saat itu. Dan ia tidak tau apa yang sudah ia lakukan, emosinya tidak tertahan, sampai-sampai ia menangis. Ia sangan ingin mengaktifkan ponselnya, dan menghubungi Dafa lagi, tapi rasanya sudah terlambat.

bagaimanakah cerita selanjutnya? akankah kisah pertemanan Dafa dan Aura baik baik saja? atau bahkan akan menjadi makin kacau? dan bagai mana dengan Chiko dan Mario yang ternyata saling suka? tunggu kelanjutannya di bab 2 ya :)
kritik dan saran sangat diperlukan


ps: ini cerpen dari fb yang aku post tanggal 24 Sept. 2011 12:09pm
pss:doakan semoga BAB 2 segera rilis (udah pending hampir 4 tahun)

Comments

  1. Waah lanjutin dong dar Auranya sama siapa nih akhirnya hihihi
    saran aja kalo misal dialog jangan beruntuttan kesannya jadi kaya skenario hehehe
    keep writing

    Tebak siapa cing

    ReplyDelete
    Replies
    1. aduh nyai.. makasih banget sarannya, btw cerita ini aku tulis 4 tahun lalu wkwkwk.. udah lama banget :D keep reading and supporting me ya :**

      Delete

Post a Comment

Popular Posts