Ini Bukan Tentangku



Sore ini cerah, tak seperti sore kamarin. Mungkin musim hujan akan segera berakhir. Kedai makanan cepat saji di seberang jalan sudah siap memulai aktifitas malam ini. Kebanyakan kedai di sepanjang jalan ini memulai aktifitasnya di sore hari, dan hampir semuanya berakhir dini hari. Di salah satu kedai minuman hangat sedang duduk sepasang kekasih. Mungkin juga bukan, karena seingatku mereka tidak berpacaran. Mereka terlihat sangat asyik bercengkrama, bercanda, dan saling mentertawakan, namun tidak terlihat mesra, hanya layaknya sepasang sahabat.

Kali ini aku tidak akan membahas soal kisah ku, melainkan kisah kedua sahabatku yang kini sedang menikmati sepanjang sore di kedai minuman hangat. Kedai favorit mereka, juga kedai favoritku. Kini kami sedang ada di kedai yang sama, namun di bangku yang berbeda. Aku duduk di pojok ruangan, di tempat ini aku mampu melihat dengan jelas semua orang di ruangan ini, namun yang membuatku menyukai tempat ini adalah tidak ada seorangpun yang akan menyadari keberadaanku.

Kalian pasti bertanya kenapa kali ini aku membahas soal sahabatku? Karena aku sedang ingin, karena kisah mereka begitu lucu dan menyakitkan, karena entahlah, aku hanya ingin. Jadi izinkan aku memperkenalkan mereka. Sahabat ku yang satu ini adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya, lelaki dingin namun teramat perhatian kepada orang yang ia cinta. Sebut saja Rizki, aku sudah mengenalnya sejak TK, jadi aku tahu hampir semuanya tentang dia. Dan Resti adalah sahabat teristimewaku. Aku memang baru mengenalnya 2 tahun lalu, tapi rasanya kami sudah seperti adik dan kakak. Namaku? Ah tidak penting mengetahui namaku, karena aku akan bercerita tentang mereka. Tapi semoga saja kalian akan mengetahui namaku.

Jadi mari kita mulai ceritanya.

Hari itu hari pertama masuk SMA, hari pertama mereka bertemu, hari pertama kami bercengkrama. Dan hari itu adalah awal baru cerita kami.
"Eh, liat deh cewe itu, cantik ya" bisik Rizki saat melihat gadis dengan rambut diikat. Aku diam untuk beberapa detik, karena jujur saja ini kali pertama ia memuji seorang gadis sejak 3 tahun silam. Dan kali ini ia mamuji orang yang tidak ia kenal, karena waktu itu ia memuji penampilanku, saat acara perpisahan. Hanya sekali selama kami saling mengenal ia memujiku dengan serius, biasanya pujian itu ia lontarkan hanya sekedar gurauan. Dan hari ini ia memuji seorang gadis yang tidak ia kenal, seorang gadis yang baru ia lihat. Aku hanya terdiam menatap matanya yang penuh kejujuran. "Ih ko malah diem aja? Kenapa? Cemburu ya?"
"Hah? Engga ko. kaget aja."
"Kaget apa cemburu nih?" katanya menggodaku. "Tenang dia ga lebih cantik dari kamu ko." katanya sambil merapihkan penampilannya.
"Ya terserah deh." kataku sambil meninggalkannya dan masuk ke dalam kelas. Ya kami ada dikelas yang sama. Sudah sejak TK aku dan Rizki selalu berada di kelas yang sama. Takdir? Mungkin saja. Tapi jangan salah kami tidak pernah duduk sebangku sejak TK, bahkan awalnya aku sangat membencinya.

Dan tahun ini sepertinya aku akan sebangku dengan gadis dengan rambut diikat itu.
"Hai, kalo kamu mau kamu boleh duduk disini." ujarnya dengan senyuman yang sangat manis dan ramah.
"Eh, iya makasih ya. Ngomong ngomong nama kamu siapa?" jawabku sambil tersenyum lalu mengulurkan tangan.
"Aku Resti, kamu?" ujarnya menyambut uluran tanganku.
"Tiara." jawabku, lalu duduk di sampingnya. Rizki? seperti biasa memilih duduk di pojokan kelas. Hari itu berakhir begitu saja, sama seperti hari hari berikutnya.

Rizki tak pernah sekalipun menyinggung soal gadis dengan rambut dikucir itu. Entahlah, mungkin dia sedang tidak ingin membicarakannya. Hingga saat itu tiba, detik detik yang tak pernah terbayangkan olehku. Saat saat yang tak pernah kuinginkan, biar kuceritakan secara singkat. Malam itu saat aku sedang mendengarkan musik, mendadak HPku bergetar tanda ada pesan masuk.

Myriz: "Ra, aku mau nanya"
Me: "Nanya aja kali. ngapain pake prolog si?"
Myriz: "Kalo ternyata cinta membuat kamu kehilangan sahabat kamu gimana?"
Me: "Hah ngomong apa si? Ga ngerti deh"
Myriz: "Kayanya kamu emang harus milih ya, kehilangan orang yang selalu ada apa yang bikin nyaman"
Me: "Ngomong apaan si kamu tuh?"
Myriz: "Jangan salahin dia kalau kita jadi jauh ya. Jangan salahin diri kamu sendiri juga, karena ini kemauan aku."
Me: "Kenapa si? Ko tiba tiba banget"

Dan dia hanya membaca pesan terakhirku. Aku tak pernah ambil pusing soal itu. Toh kita hanya teman. Namun aku mulai khawatir saat HPku kembali bergetar.

Resti: "Kamu pasti ga percaya kalo aku ceritain"
Me: "Apaan emang?"
Resti: "Rizki nge-sms aku"
Me: "Ngapain?"
Resti: "Nanya tugas Ra.. Bayangin lah seorang Rizki ngechat aku helaw"

Otakku sudah tak mampu berfikiran positif. Aku membaca pesan terakhir yang masuk ke HPku. Kenapa hati ini seperti terbakar? Kami hanya TEMAN! Sebelum air mata mulai mengalir aku sudah terlelap.

"Ko sms aku ga dibales Ra? Sombong nih sekarang." pagi itu adalah pagi yang tidak pernah aku harapkan, inginkan, bahkan membayangkannya pun tak pernah.
"Sorry, ketiduran, cape banget si kemarin." aku sadar ada orang yang memperhatikanku saat itu, tapi masa bodoh lah.
"Eh, iya Ra, kamu harus tau, kita sms-an panjang banget kemarin, bahas banyak hal, ah seru deh." Resti mulai bercerita saat aku sudah duduk manis disampingnya.
"Mana coba, aku mau baca." aku memberanikan diri membaca setiap kata yang dikirimkan Rizki. Aku terkejut, jantung ini terasa penuh sesak, semua kata kata yang dikirimnya sangat menunjukan perasaannya. Aku sudah mengenalnya sejak dulu, dan ini kali pertamanya ia melakukan hal bodoh menurut versiku.
"Kaget kan? Ga percaya kan? Sama aku juga Ra."
"Normal sih, mungkin aja dia suka sama kamu." aku berusaha membuang semua rasa aneh ini.
"Tapi aku gamau baper ah, kalo dia sms ke semua orang gimana?"
"Iya juga kali ya, jangan baper dulu deh, nanti sakit." 'Ya Tuhan, aku ingin hari ini segera berakhir, aku ingin pulang' aku hanya bisa berteriak dalam hatiku. Dan untung saja Resti tidak terus terusan membahasnya. Malam ini aku tidak berusaha menghubungi Rizki, mungkin dia juga berusaha melakukan hal yang sama. Resti? Mungkin dia sedang sibuk bercengkrama melalui dunia maya denga Rizki. Mungkin mereka terlalu sibuk sampai tidak sempat memikirkan aku, tak apalah mungkin ini memang akhir dari tugasku sebagai teman.

Aku dan Resti tak pernah membahas topik itu lagi, dan aku rasa hubungan aku dan Resti merenggang. Kami masih satu kelas, masih duduk bersebelahan, tapi makin lama pembicaraan kami seolah memendek. Sejak satu tahun lalu kami menjadi saling tertutup, tapi entahlah, sepertinya aku mengetahui banyak tentang hubungan mereka. Rizki yang dengan senang hati menceritakan semuanya saat kami bertemu. Entah apa tujuannya menceritakan semua itu, ada beberapa kemungkinan yang aku pertimbangkan.

Pertama, dia menceritakan itu karena aku memang temannya sejak kecil, dan dia merasa rahasianya akan aman bersamaku. Atau dia merasa nyaman dan bisa blak-blakan saat bercerita padaku.

Kedua, dia menceritakan itu karena dia ingin aku tahu soal perasaannya, dan memintaku untuk berhenti mengharapkannya. Atau semacam 'aku sudah menemukan orang yang aku cinta'

Ah entahlah, sampai detik ini pun aku tak tahu apa alasannya. Yang terpenting sekarang adalah, semuanya sudah berakhir. Aku ingat betul caranya mengakhiri semua ini. Kata kata yang TIDAK AKAN PERNAH aku LUPAKAN, kata kata terakhir diantara kita (mungkin), sebuah kata perpisahan menurut versiku.

Aku tidak akan pernah lupa hari itu. Sabtu, 20 Desember 2014. Salah satu kedai minuman hangat (Kedai favorit kami) 'Ra, maafin aku ya kalo selama kita saling kenal aku selalu nyusahin kamu, ngerepotin kamu, bikin kamu cape, maaf ya. Ga akan lagi deh aku nyusahin kamu, ngerepotin kamu. Makasih ya Ra udah selalu ada buat aku waktu aku butuh. Maaf aku gabisa kasih sesuatu yang kamu inginin. Maaf juga kalo aku bikin kamu sakit hati. tapi aku udah gamau bikin kamu sakit, aku gabisa berbuaut apapun Ra. Maafin aku ya, aku harus pergi.'

Ya, sejak saat itulah hubunganku dengan Rizki semakin jauh. Resti tidak tahu kami dulu adalah sepasang sahabat. Yang ia tahu aku hanyalah teman curhatnya yang tidak pernah tahu soal perasaannya. Rizki? Aku hanya berusaha melupakannya. Semoga setelah aku menulis cerita ini aku berhasil melupakannya. Kalian tahu? Saat ini aku sedang mengukir kembali masa yang paling menyakitkan bagiku. Dan aku berharap ini adalah kali terakhirnya aku mengingat cerita ini. Mereka? Mana mungkin mereka mengerti. Dan rasanya aku sudah lupa dibagian mana kisah ini terasa menyenangkan dimataku. Jadi aku sudahi saja membahas mereka, sebelum aku menangis di tempat ini.

Kami tak pernah menjalin hubungan spesial, karena menurut kami hubungan yang kami jalani saat ini sudah melebihi definisi kata spesial itu sendiri. Aku tahu semuanya tentang Rizki, begitu pula sebaliknya. Kalau aku boleh jujur aku memang menyimpan rasa padanya. Hingga saat ini, saat aku melihatnya bahagia dengan yang lain. 10 tahun bukan waktu yang singkat untuk menumbuhkan rasa ini. Dan melihatnya dengan yang lain tak akan pernah membunuh rasa ini, terlebih dia adalah sahabatku, sahabat terbaikku. Mana bisa aku menyakiti perasaan keduanya demi perasaanku? Ah sudah lah. Tak penting membicarakan soal diriku. Oh iya aku berpesan pada kalian, jangan beri tahu Rizki soal ini.

Comments

  1. Cie suka sama sahabatnya sendirii,
    lebih bagus kalau ada deskripai gesture and dialog yang ma jleb banget dar... bagus ey keep writing ya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts