Rasa yang Tak Terlihat - Lina Part 1
Entah sudah berapa lama aku tak berhasil menyelesaikan
cerita ini, tapi aku bersyukur karena cerita ini bisa selesai pada akhirnya.
Semoga masih ada yang mau membaca ceritaku ini. Enjoy :)
*****
Hai aku Lina, mungkin beberapa dari kalian tahu siapa aku,
tapi jangan pernah coba coba menilai siapa aku hanya dari apa yang kalian
lihat, hanya dari apa yang aku ceritakan, apalagi dari apa kata orang. Tapi aku
ingin kalian tahu beberapa hal tentangku, hanya untuk meluruskan apa yang
sebenarnya terjadi. Baiklah mari kita mulai ceritanya.
Aku merupakan lulusan terbaik salah satu Universitas Negeri
ternama di daerah tempatku tinggal pada saat itu, namun aku sama sekali tidak
merasa bahagia. Bahkan tak sedikit dari teman kampusku yang terheran heran. Aku
yang menurut mereka adalah seorang gadis yang periang, penuh senyum, tidak
merasa bahagia saat aku berhasil menjadi lulusan terbaik. Bahkan menurut mereka
aku tampak sedih saat membaca pidato kelulusan. Aku hanya bisa tersenyum
menyikapi itu. Karena aku tahu mereka sesungguhnya tidak mengerti apa yang
telah kuhadapi, dan aku tidak berharap mereka akan mengerti.
Semua orang di kampusku tahu betul siapa aku. Bukan, bukan
soal apa yang kurasa. Tapi soal apa yang tampak. Aku adalah anak dari seorang
presiden direktur perusahaan ternama di negri ini. Tidak sedikit orang yang
mengaku menjadi temanku setelah mereka tahu aku adalah anak seorang presdir.
Dan tidak sedikit pula yang menghilang saat aku gagal. Bahkan mungkin tak
seorangpun dari mereka memahami aku sepenuhnya. Tapi sebenarnya bukan itu yang
membuatku sedih saat hari kelulusan. Yang membuatku teramat sedih ialah,
ketidakhadiran kedua orang tuaku di acara wisudaku saat itu. Sejak SMP aku
selalu menjadi lulusan terbaik, namun orang tuaku tak pernah secara langsung
datang dan memberikan selamat. Tak jarang pula mereka lupa bahwa hari itu
adalah hari kelulusanku.
Tapi aku bersyukur, karena aku memiliki seorang tante yang
begitu menyayangiku. Ya, dialah yang selama ini menjadi pendamping sekaligus
temanku. Dia tidak pernah lupa setiap tanggal penting dihidupku. Namun
sayangnya dia tidak datang di hari kelulusanku saat itu. Kau tahu, beliau
sangat sedih karena tidak bisa hadir di hari yang istimewa itu. bahkan mungkin
dia jauh lebih sedih dari aku saat itu. Dia berulang kali menelfon dan
memastikan aku baik baik saja. Dia minta maaf karena terlambat memesan tiket,
yang mengakibatkan dia tidak mendapat tiket. Tapi aku sudah sangat senang
meskipun ia tak datang hari itu, menurutku pengorbanannya untukku sudah lebih
dari cukup.
Satu minggu kemudian aku terbang ke Amerika untuk
melanjutkan studiku. Saat aku bercerita pada kedua orang tuaku, mereka tak
banyak berkomentar. Aku memang tidak menceritakannya secara langsung kepada
kedua orang tuaku. Tapi aku yakin reaksi mereka tidak akan jauh berbeda. Aku
juga menceritakan keberangkatanku pada Bu Heni (tanteku). Ya aku sudah terbiasa
memanggilnya Ibu, sejak usiaku 3 tahun mungkin. Aku sedikit kecewa karena tidak
bisa bercerita langsung padanya, hanya melalui pesawat telefon. Tapi sepertinya
beliau jauh lebih kecewa dibanding aku, bukan, bukan karena beasiswa itu. Tapi
karena beliau tidak bisa mengantarku ke bandara. Ya, aku berangkat sendiri.
Kedua orang tuaku sedang ada rapat di Malaysia hari itu.
*****
Hari demi hari berjalan dengan baik, aku dapat dengan mudah
menyesuaikan diri disini. Tak terasa sudah dua tahun aku berada di negeri ini.
Jika tidak ada halangan tahun depan aku akan kembali ke Indonesia. Studiku
disini berjalan sangat baik, bahkan tidak mungkin menjadi lebih baik dari ini.
Namun ada sedikit masalah saat aku hendak mengerjakan penelitian untuk tugas
akhirku. Bukan, masalah ini bukan tentang tugas akhirku, tapi tentang diriku.
Dan masalah ini membuat tugas akhirku sedikit terhambat. Tapi untunglah tugas
ini akhirnya selesai.
Aku tidak tahu apakah kalian penasaran atau tidak, tapi
saat ini aku sedang ingin menceritakan masalah ini kepada kalian. Entah menurut
kalian ini penting atau tidak. Tapi semoga saja ini bisa memperjelas semuanya.
Sebenarnya aku tidak suka membehas soal ini. Tapi aku berjanji ini adalah kali
terakhir aku membahas masalah ini. Jadi mari kita mulai.
*****
Awal mula dari masalah ini adalah saat hari pertama
memasuki perkuliahan di semester akhir saat aku masih di Indonesia. Ya, sudah
sangat lama. Hari itu aku memutuskan untuk membuka hatiku yang sudah lama
tertutup. Aku memutuskan untuk membiarkan dia masuk dan mewarnai hidupku. Aku
sudah mengenalnya sejak awal memasuki masa perkuliahan. Dia adalah teman
sekelasku. Dan dia sudah banyak membantuku. Sebenarnya itu bukan kali pertama
dia menyatakan perasaannya kepadaku. Entah sudah berapa kali dia mengatakannya,
dan aku yakin kali itu adalah yang paling serius diantara kali kali sebelumnya.
Dan itu lah yang aku yakini sampai hari itu tiba.
Saat aku berangkat ke Amerika, dia belum menyelesaikan
studinya. Tapi dia berjanji akan segera menyelesaikannya. Kami terpisah jarak
yang cukup jauh, dan perbedaan waktu antara kami membuat komunikasi kami agak
sedikit terhambat. Entah aku yang begitu bodoh atau dia yang begitu pintar.
Sudah hampir 2 tahun kita berpisah, dan selama itu dia telah menipu diriku. Ah
aku masih merasa sangat kesal saat membahas masalah ini. Rasanya semakin
kubahas semakin kesal, tapi tak apalah. Toh ini akan menjadi kali terakhir aku
membahas ini.
Hari itu tepat dihari saat judul tugas akhirku diterima,
aku mendapat sebuah kenyataan yang tidak dapat aku percayai sampai detik ini.
Tiba tiba saja dia memasang nama seseorang di akun jejaring sosialnya. Padahal
sejak dulu dia tidak pernah memasang namaku barang sedetik. Dan yang membuatku
semakin kesal dia tidak dapat dihubungi, Lebih tepatnya dia tidak ingin
dihubugi, dia menolak semua panggilanku. Rasanya ingin aku kembali ke Indonesia
dan menamparnya ribuan kali. Tapi akhirnya aku memutuskan untuk menelfon Bu
Heni dan menangis. Aku hanya menangis di telfon selama satu jam mungkin.
Aku yakin kalian tidak akan mengerti rasa sakit yang
kurasakan saat itu. Karena kalian tidak tahu sebesar apa pengharapanku padanya
saat itu. Apakah kalian perlu mengetahuinya? Apakah kalian patut? Kurasa tidak.
Aku menulis ini hanya ingin kalian tidak menjadi sebodoh aku. Mengharap
seseorang yang bahkan tidak ingin bersamamu.
Aku belum sempat mengatakan sepatahkatapun kepada Bu Heni,
tapi beliau seolah telah mengetahui semua detailnya. Memang sebenarnya beliau
tidah pernah menyukai dia, tapi beliau tidak bisa melarangku. Beliau memang
selalu seperti itu sejak dulu, selalu ingin melihatku tumbuh menjadi dewasa
dari kesalahanku. Jadi beliau hanya memberiku semangat dan wejangan wejangan
yang membuatku bertahan sampai detik ini. Tapi tetap saja kesal rasanya,
ditambah baru baru ini aku mengetahui kabar bahwa mereka sudah sangat dekat
sejak awal masuk masa perkuliahan. Lalu apa maksud semua kata kata manis itu?
Aku selalu merasa sangat bodoh saat membahas masalah ini. Tapi ya sudahlah,
yang lalu biarlah berlalu. Saat ini aku sudah menjadi Lina yang lebih berhati
hati soal ini.
*****
Besok aku akan terbang kembali ke Indonesia. Aku sudah lebih
dari puas mengelilingi kota kota indah nan bersejarah di negeri ini. Sekarang
saatnya aku kembali ke pangkuan ibu pertiwi, kembali ke kampung halamanku.
Sedih rasanya aku harus meninggalkan temat ini, meninggalkan tempat dimana di
setiap sudut ruangannya tertinggal bekas perjuanganku selama mencari ilmu
disini. Meninggalkan keluarga yang selalu mendukungku selama aku bersekolah
disini. Tapi apalah yang bisa kuperbuat. Memang sudah waktunya aku kembali.
Walau sebenarnya aku tidak benar benar tahu kemana aku akan kembali. Beruntung
aku memiliki tante yang sebaik bidadari, jadi aku selalu tahu tempat untuk
kembali.
Comments
Post a Comment