Pohon Penanti Hujan




Jika menurut Sapardi Djoko Damono tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni yang merahasiakan rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, menurutku masih ada yang lebih tabah dibandingkan hujan bulan Juni. Jika kalian bertanya siapa yang lebih tabah, tentu jawabannya bukan aku, tapi pohon berbunga itu. Jika kalian bertanya mengapa, maka izinkan aku bercerita mengenai pohon yang selalu menanti hujan. Tapi boleh jadi pohon yang aku ceritakan ini bukanlah pohon berbunga yang dimaksud Sapardi. Jadi izinkan aku memulai ceritaku.
 
Di suatu kota yang teramat asri terdapat satu pohon yang berdiri begitu kokoh, pohon yang selalu berbunga sepanjang tahun, pohon yang tetap hijau meski sedang musim pengering. Pohon paling indah diantara yang lainnya. Dan pohon ini adalah pohon yang selalu menanti dalam diamnya. Pohon yang selalu sabar menanti hujan turun membasahi setiap inci daun hingga akarnya.

Di kota ini hujan tidak turun sepanjang tahun. Bahkan saat musim penghujan, hujan hanya datang tiga sampai empat kali dalam seminggu, ata bahkan mungkin kurang. Selebihnya mendung, hanya langit dihiasi awan kelabu yang memberi harapan kepada sang pohon. Pernah suatu ketika, di kota ini, hujan turun selama 2 hari, tanpa henti, tanpa jeda. Pada saat itu hujan menyampaikan banyak pesan kepada bumi, terutama tanah dan rerumputan di kota itu, termasuk kepada pohon itu.

Hingga tanpa disadari pohon itu mulai mengagumi hujan, dan tanpa disadari pula pohon itu selalu menanti datangnya hujan hampir disetiap harinya. Setiap kali ia melihat awan mendung menggantung di atasnya ia selalu membayangkan hujan akan turun membasahinya, dan disaat itu pula ia dikecewakan oleh imajinasinya. Namun ia terus melakukannya, meski ia tahu apa yang ia lakukan ini akan meninggalkan luka yang sama.

Dan setiap kali hujan turun membasahi tanah dan rerumputan disekelilingnya, ia selalu merasakan kebahagiaan yang sama. Tak pernah berubah sedikitpun. Dan selalu menanti hujan kembali membasahi bumi. Meski hujan sudah tidak turun selama berbulan-bulan. Anehnya tak pernah terbersit dibenaknya, ‘mungkinkan hujan lelah membasahi tanah dan rerumputan disekitarku?’ Atau ‘mungkin hujan bosan turun dan sekedar menyapa rerumputan dan tanah disekelilingku? Hingga hanya memutuskan untuk menggantungkan awan-awan kelabu itu diatasku?’ Pohon itu hanya menanti, dengan kesabaran yang sama. Hanya berharap, dengan imajinasi yang sama.

Sayangnya aku bukanlah pohon itu, yang selalu dengan sabar menanti hujan turun membasahi tanah disekelilingnya. Yang selalu menyapa hujan dengan kebahagiaan yang sama. Yang selalu membayangkan hujan dibalik awan awan kelabu itu.

Sayangnya aku bukanlah pohon itu, yang menunjukkan kebahagiaan terdalamnya ketika hujan turun membasahi tanah disekitarnya. Yang tidak pernah menunjukkan kesedihannya meski awan diatas sana menggantung kelabu. Namun aku akan berusaha menjadi pohon, yang setidaknya merasa bahagia saat hujan turun membasahi tanah, entah tanahku atau tanah pohon disampingku, atau tanah pohon pohon lain. Karena hujan tidak akan hanya membasahi tanah milikmu.

Comments

Popular Posts